Identitas kebudayaan nasional berusaha dibentuk oleh pendiri bangsa sebagai konsekuensi logis dari bangsa yang merdeka. Namun demikian, pengaruh produk budaya populer kolonialisme tak semerta-merta luntur. Keberadaan ruang dansa dan pasar malam, misalnya, masih membekas karena memunculkan estetika dan keriaan baru. Beragam corak musik populer, yang berkembang di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa berhasil diwariskan pada pemusik Indonesia.
Kesan itulah yang tersimpan pada gitaris Yosua Simanjuntak, Louise Monique Sitanggang (vokal), Papa Ical (bas), Raynhard Lewis Pasaribu (piano), dan Aryo Wicaksono (drum) di grup Deredia. Deredia memang terbentuk lebih dari enam dekade setelah Elvis Presley mencetak hits terbesarnya “(Can’t Help) Falling in Love”. Namun imaji budaya pop di era 1950-an itu terpatri kuat di benak lima sekawan itu.
Band dari timur Jakarta ini menghasilkan album perdana Bunga & Miles pada tahun 2016. Sembilan lagu di dalamnya mencerminkan inspirasi dari musik 1950-an. Dua tahun kemudian, Deredia datang kembali dengan karya teranyarnya berupa single “Lagu Dansa”.
Lirik lagu itu menyiratkan keriaan pesta dansa rumahan, seperti yang jamak terjadi pada zaman itu. Dalam lagunya mereka menyebutkan tuan dan nona bersua bersukaria bersama. Mereka berdansa ke kiri dan ke kanan. Irama pop “Lagu Dansa” adalah pengantar bagi pesta kaum muda, yang juga menyajikan kudapan khas Nusantara; ada dodol, bakpia, onde-onde, lumpia, dan tak lupa kopi.
“’Lagu Dansa’ ini menceritakan suasana pesta dansa di rumah-rumah. Dalam bayangan saya, pesta ini adalah ajang kumpul kaum muda menikmati sore yang cerah,” kata Louise. Sebagai gambaran, suasana pesta rumahan sedemikian tersaji baik dalam film Tiga Dara (1957) besutan Usmar Ismail.
Peluncuran single “Lagu Dansa” serta klip videonya ini juga sekaligus jadi pengumuman bahwa Deredia bersiap melepas album penuh kedua. Yosua menuturkan, Deredia telah memilih sembilan dari lima belas lagu yang dihasilkan dari proses jamming.
“Kami membikin lagu selalu lewat proses jamming, tidak direncanakan secara spesifik akan seperti apa. Dalam proses workshop itu, kami menghasilkan lima belas lagu. Ternyata ada sembilan lagu yang punya benang merah sama,” tukas Yosua. Ia berujar, kesembilan lagu itu bernuansa ceria.
Keceriaan adalah nuansa besar album kedua ini. Deredia hendak menggambarkan keriuhan sebuah pasar malam. Tema itu merupakan hasil penelusuran Louise terhadap arsip-arsip yang menggambarkan suasana Indonesia pada dekade 1950-an. Ia mendapati bahwa Pasar Gambir di Jakarta Pusat adalah cikal bakal format pasar malam yang hingga kini terwariskan ke seluruh Nusantara.
Album kedua itu direncanakan beredar pada Agustus mendatang. Mereka juga berencana menggelar tur di beberapa kota di Pulau Jawa untuk mengenalkan materi album itu.
Selayang Pandang
Deredia adalah penggabungan dua istilah dalam bahasa Flores. “Dere” berarti bernyanyi, sementara “dia” adalah merdu. Peleburannya bisa diartikan sebagai langgam bernyanyi yang indah. Corak musik yang disodorkan oleh Deredia adalah pop klasik yang diracik dari jazz, rockabilly, swing, ragtime, dan Dixie.
Pendirinya, Yosua dan Dede terinspirasi dari musik duet Les Paul dan Mary Ford. Mereka berinisiatif membuat band yang bisa mengingatkan kembali akan manisnya warna musik era duet tersebut. Setelah Aryo, Raynhard, dan Papa Ical bergabung, mereka bersepakat meracik lagu sendiri pada 2014.
Mereka adalah orang-orang yang bergelut dalam industri musik, terutama berada di balik panel studio. Louise bergabung setahun kemudian karena dianggap punya karakter vokal unik yang sesuai dengan corak musik yang mereka susun.
Album pertama Bunga & Miles, beredar pada 2016. Album itu berisi sembilan lagu yang terbagi dalam dua keping CD terpisah, masing-masing berbahasa Inggris, dan Indonesia. Louise, sebagai vokalis, bertanggung jawab atas penulisan lirik puitik di album itu.
Selain berpentas di berbagai tempat, termasuk tiga kali main di ajang Java Jazz Festival, Deredia juga rutin merekam video lagu-lagu populer dan lagu tradisional Nusantara di rumah. Rekaman video itu diunggah ke kanal YouTube Deredia dalam tagar #LIVEATKLAUS. Hingga kini, tak kurang dari 20 video telah terpajang, dengan lagu-lagu, antara lain, “Anak Kambing Saya”, “Nurlela”, “Rasa Sayange”, “Ayo Mama”, dan “Hari Lebaran”. Deredia juga terlibat dalam interpretasi lagu berjudul “Lagu Gembira” dalam album Aransemen Ulang Lagu Orisinil OST Film Tiga Dara pada 2016.
Kini Deredia terdiri atas Yosua Simanjuntak (gitar), Louise Monique Sitanggang (vokal), Aryo Wicaksono (drum), Papa Ical (bas), dan Raynhard Lewis Pasaribu (piano/keyboard). @MahameruFMLiwa
Lirik Lagu
Lagu Dansa
Kopi, dodol, bakpia,onde-onde, lumpia
Semua tersedia untuk bersama-sama
Nona-nona pun datang menyapa tuan-tuan
Semua bersukaria, dansa bersama-sama
Goyang kanan, dan ke kiri, berputar bersama-sama
Lupakanlah duka lara, buatlah hati gembira
Tuan-tuan menggoda. Nona-nona terlena
Semua bersukaria, dansa bersama-sama
Kopi, dodol, bakpia, onde-onde, lumpia
Semua tersedia untuk bersama-sama
Nona-nona pun datang, menyapa tuan-tuan
Semua bersukaria, dansa bersama-sama
Goyang kanan, dan ke kiri, berputar bersama-sama
Lupakanlah duka lara, buatlah hati gembira
0 Response to "“Lagu Dansa” Deredia Pengantar Pesta Kaum Muda, Dengan Sajian Kudapan khas Nusantara;Dodol,Onde-onde dan Tak Lupa Kopi"
Posting Komentar